Wanita dalam Bingkai Media Massa

DALAM perspektif media massa, wanita merupakan makhluk terindah yang amat mempesona, yang keberadaannya akan senantiasa ‘diburu’ kemana pun pergi, dan di mana pun berada.

Dalam perspektif media massa pula, wanita merupakan sumber berita yang tak akan ada habisnya untuk dipublikasikan dan diinformasikan.

Sadar atau pun tidak, ideologi media memang telah memposisikan wanita tak ubahnya ‘harta karun’ yang tak akan habis diberitakan, dan tak akan pernah hilang daya tariknya bagi khalayak. Itulah sebabnya, berita tentang wanita, baik yang positif maupun yang negatif, akan selalu menjadi menu media yang bernilai jual luar biasa.

Sejak dulu, bahkan hingga kapan pun,  kaum wanita sepertinya akan selalu menjadi subjek atau objek pemberitaan media massa. Terlebih di era pers industri, yang orientasinya lebih mengedepankan komersialisme dibanding idealisme, kaum wanita tampaknya menjadi bidikan utama media.

Media tanpa berita wanita, seolah dinilai sebuah kesia-siaan. Bahkan mungkin dianggap sebagai sebuah tindakan yang  dinilai tidak tahu di untung.  

Kategori Media

Dalam membidik peristiwa atau pun informasi tentang wanita, menurut hemat penulis, media massa  dapat dipilah menjadi tiga kategori. Ada yang memarginalkan, ada yang memposisikan secara proporsional atau netral, dan ada pula yang mengadvokasi.  Prosentase dari setiap kategori, sepanjang penulis tahu, belum ada data pasti.

Namun bila boleh menduga, komparasinya bisa timpang: 60% memarginalkan, 25% proporsional atau netral, dan 15% melakukan advokasi. Komparasi ini bisa lebih timpang lagi bila yang ditelaah hanya media massa kelas menengah ke bawah.

Citra wanita dalam media, tentunya akan sangat tergantung pada bagaimana media itu membingkainya. Dalam konteks komunikasi massa, kita tahu, bahwa  peristiwa atau fenomena yang dihadirkan media massa merupakan realitas kedua (second hand reality), realitas yang telah dikonstruksi media. Bukan realitas apa adanya, juga bukan realitas seadanya. Tapi merupakan realitas yang telah diolah dan dikemas, sesuai dengan frame media itu sendiri.
Pembingkaian media terhadap peristiwa bisa dipengaruhi karena banyak hal. Bukan hanya karena sudut pandang (angle)--tentang apa yang akan ditonjolkan, dan dengan cara bagaimana menonjolkannya—tapi juga terkait dengan siapa narasumbernya, dan tentang “apanya” yang akan digali lebih dalam.
Pembingkaian media tak sebatas itu, juga berlanjut pada pemilihan dan pengemasan fakta dan data ketika dipublikasikan atau disiarkan. Faktor-faktor inilah yang kemudian menyebabkan sebuah peristiwa yang sama bisa diberitakan media secara berbeda.
Peristiwa terkait wanita juga seperti itu, akan sangat tergantung frame media yang mempublikasikannya. Frame atas fakta inilah yang kemudian dipahami sebagai konstruksi berita atas sebuah peristiwa.

Frame itu pulalah yang dinilai para kritikus atau analis media, yang mengakibatkan realitas yang telah menjadi berita adalah realitas kedua, realitas bentukan yang telah dikonstruksi media, bukan realitas apa adanya, dan juga bukan realitas seadanya.

Berita tentang wanita yang menjadi korban kejahatan seksual, misalnya, bisa hadir berbeda dalam media massa. Media satu, misalnya, memarjinalkan korban dengan memposisikannya sebagai pihak yang salah, media dua bisa saja mencoba bersikap proporsional, sementara media tiga bisa pula mengadvokasi atau melakukan pembelaan terhadap korban. Perbedaan ketiganya tentu akan sangat tergantung pembingkaian media itu masing-masing. [] Enjang Muhaemin

0 Komentar untuk "Wanita dalam Bingkai Media Massa"
Back To Top