Senjata Makan Tuan

Oleh: M. RIDLO 'EISY

IBLIS! Demikian makian para penerbit surat kabar Amerika Serikat (AS) kepada para pengusaha media online. Iblis adalah terjemahan dari the great satan.
Wajar mereka memaki media online se bagai iblis, karena media online tidak sekadar menaku-nakuti, tetapi telah membunuh koran-koran di AS. Satu demi satu koran AS mati, bangkrut, atau terpaksa pindah menjadi media online.

Inilah tragedi koran AS. Semula mereka mengembangkan media online agar korannya makin kuat, tetapi yang terjadi justru sebaliknya, media online membunuh koran-koran AS. Sirkulasi dan terutama pendapatan iklan media cetak AS merosot tajam.

Lalu, satu demi satu koran AS mati. Yang ma sih belum mati, sedang dalam keadaan sekarat. Inilah yang dinamakan senjata makan tuan.

**

SEPERTI di AS dan bagian dunia lainnya, koran-koran di Indonesia juga melayani pelanggannya dengan membuka website. Berbondong-bondong surat kabar di Indonesia membuka edisi online. Koran yang tidak mempunyai edisi online dianggap koran yang ketinggalan zaman. Lalu muncullah edisi berita terkini, real time news, dan E-paper. Edisi online pun sudah mempunyai iklan. Namun, nilai uangnya tidak seberapa jika dibanding dengan nilai uang iklan dalam edisi cetak.

Pengguna internet jelas dimanjakan dengan kebaikan hati media cetak. Mereka dapat membaca berita secara gratis, tidak perlu langganan. Dengan internet, masyarakat bisa membaca koran di seluruh Indonesia, tanpa bayar.

Apakah koran di Indonesia lebih sakti dari koran di AS? Sesakti apakah koran Indonesia? Berapa tahun lagi koran Indonesia akan bertahan? Apakah mampu bertahan 10 tahun lagi?

Walaupun para pimpinan koran-koran besar di Indonesia masih optimis dan menganggap ancaman online belum berbahaya saat ini, menurut pengamatan saya, mereka belum mempunyai resep untuk mengatasi agar koran di Indonesia tetap bisa bertahan menghadapi gempuran media online. Padahal, koran-koran besar yang pertama kali digempur oleh media online, karena pelanggan mereka sudah akrab dengan internet.

Dalam berbagai percakapan dengan para pemimpin koran di Palembang, dua minggu lalu, saya menyaksikan bahwa sebagian koran di Palembang menunda upload berita-berita edisi cetak ke edisi online. Semula mereka melakukan upload pukul 01.00 WIB, sehingga edisi cetak dan edisi online bisa dibaca pada pukul 06.00 WIB. Sekarang mereka melakukan upload pukul 10.00 WIB, sehingga edisi online hanya bisa dibaca siang hari.

Tindakan itu sangat tepat, karena para pengguna internet harus beli koran dulu kalau mau membaca berita di pagi hari. Membaca berita melalui internet bukan hanya mengurangi jumlah koran yang terjual, tetapi juga merugikan pemasang iklan di media cetak. Koran-koran kehilangan pembaca yang akrab dengan internet. Akibatnya, iklan dalam media cetak tidak dibaca, dan itu berarti iklan yang dibayar mahal tidak efektif dalam membantu penjualan produk yang diiklankan.

Dengan menunda penyiaran edisi online, media cetak masih melayani pembacanya di luar negeri, tetapi tindakan itu tidak menjadikan edisi online berfungsi seperti senjata yang makan tuannya. Sampai suatu waktu, setelah ditemukannya justru yang jitu untuk menghadapi media online, atau kalau kekuatan bisnis surat kabar di Indonesia lebih hebat daripada koran-koran di AS.

Galamedia meniru teman-teman media cetak dari Palembang, dengan menunda penyiaran edisi online-nya. Kami segera kebanjiran protes dari para pembaca setia edisi online. Untuk itu, kami memohon maaf. Para pembaca edisi online tetap bisa membaca berita Galamedia, tetapi agak telat. Bagi pembaca Galamedia di New York, Tokyo atau Singapura, telat sedikit rasanya tidaklah terlalu rugi. Sedangkan bagi para pembaca Galamedia di Bandung dan sekitarnya, serta Jawa Barat pada umumnya, jika mau membaca Galamedia pagi hari, bisa membelinya dengan tarif eceran yang masih murah, yaitu hanya Rp 1.000.

(Tulisan ini merupakan ringkasan makalah yang disampaikan dalam "Lokakarya Manajemen Pers" yang diselenggarakan Dewan Pers dan Serikat Penerbit Surat Kabar di Hotel Ciumbuleuit, Bandung, 28-29 Mei 2009) **

Tag : Artikel, Media
0 Komentar untuk "Senjata Makan Tuan"
Back To Top