Wartawan, Profesi yang Tak Pernah Termimpikan

Oleh Enjang Muhaemin


SEPERTINYA belum ada penelitian yang mengungkap secara pasti, tentang berapa prosen wartawan yang dulunya bercita-cita memilih profesi sebagai jurnalis. Namun demikian bisa diduga kuat, prosentasenya akan sangat jauh berbeda dengan profesi lain seperti dokter, dosen, pilot, atau tentara. Bahkan perbandingan antara keduanya, sangat mungkin berbeda 180 derajat.

Mereka yang kini menjadi dokter, dosen, pilot, atau pun tentara, boleh jadi hampir sebagian besarnya memang sudah menjadi cita-citanya sejak kecil. Sebaliknya, mereka yang kini menjadi wartawan, bisa jadi hampir sebagian besarnya tidak pernah bercita-cita untuk menjadi wartawan. Bahkan bisa jadi pula, sekadar bermimpi untuk menjadi wartawan pun tidak pernah. 

Profesi wartawan memang unik. Tak begitu populer, juga tak menjanjikan popularitas. Tapi anehnya, sekali bergabung ke dalamnya, umumnya enggan meninggalkannya. Di dalam profesi ini, sepertinya ada magnet berkekuatan luar biasa, yang membuatnya betah di dalamnya. Ada kenikmatan hebat, yang tidak bisa diukur dengan uang, ditimbang dengan gelimang bendawi. Tampaknya, panggilan nurani dan suara hatinya klop tinggal di dalamnya. Itulah uniknya profesi yang satu ini. 

Awalnya, menjadi wartawan mungkin bukan karena cita-cita. Bahkan bisa jadi hanya karena terpaksa. Tapi seiring berjalannya waktu, kecintaan pada profesi ini bisa berubah luar biasa, tak tergantikan, dan tak ada yang bisa menggantikan, yang boleh jadi jarang terjadi pada profesi lain. Akhirnya, dan ini umumnya, mereka yang telah terjun di dunia wartawan akan enggan berpaling ke profesi lain, sekalipun diiming-imingi sesuatu yang lebih dibanding menjadi wartawan. 

Tapi di era sekarang, ketika media tumbuh bak jamur di musim hujan, animo untuk menjadi wartawan justru tumbuh luar biasa. Kendati harus diakui, lagi-lagi, mungkin bukan cita-cita mereka di masa kecil. Mungkin karena minat dan keinginan yang tumbuh menjelang atau di saat menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Tingginya animo ini, salah satunya bisa dilihat dari tingginya para calon mahasiswa yang berminat masuk ke jurusan Jurnalistik. Pendaftarnya jauh berlipat dibanding kuota yang ada. Melimpah, lebih banyak yang ditolak dibanding yang diterima. Itulah faktanya. Sungguh animo yang luar biasa. 

Belum lagi, bila kita menghitung mahasiswa dan sarjana dari jurusan non-Jurnalistik yang berminat menjadi wartawan. Jumlahnya dapat dipastikan akan bertambah lagi. Dan kita tahu, profesi wartawan adalah profesi terbuka, yang bisa menerima dari jebolan disiplin ilmu apa pun. Bukan hanya ‘hak mutlak’ para sarjana jurnalistik. Bisa dari peternakan, tafsir-hadits, psikologi, saintek, pendidikan, juga disiplin ilmu lainnya. 

Pertanyaannya, kira-kira apa sih yang mesti disiapkan untuk menjadi seorang wartawan? Pertanyaan ini banyak terlontar di berbagai diklat kewartawanan. Tentu banyak. Tapi, sederhananya, ada tiga hal penting: mental, intelektual, dan kemampuan jurnalistik. Bagi saya, ketiganya mutlak, bila saja Anda memang berminat terjun ke dunia kewartawanan. Tanpa memenuhi ketiga syarat itu, Anda mungkin saja bisa menjadi wartawan. Tapi, nyaris dapat dipastikan akan pincang, bagai harimau yang patah kaki. 

[] :: Enjang Muhaemin, Dosen Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi, UIN Bandung 

Sumber: bandungoke.com
0 Komentar untuk "Wartawan, Profesi yang Tak Pernah Termimpikan "
Back To Top