Independensi Media di Dua Kubu Berbeda

Oleh Enjang Muhaemin

DALAM kacapandang ilmu komunikasi, kajian politik dan media massa menjadi fenomena menarik untuk dikaji secara ilmiah. Dua entitas yang masing-masing memiliki kekuatan, baik dalam membangun opini maupun dalam mempengaruhi publik. Hal ini telah diakui banyak kalangan dalam rentang sejarah demokrasi di banyak negara.

Tentunya, termasuk di Indonesia. Terlebih lagi ketika musim Pemilu digelar. Baik itu dalam momentum Pemilihan Calon Anggota Legislatif (Pileg) maupun pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilres).
Kita tahu, pada Pemilu 2014 lalu, komunikasi politik antara partai politik dengan media memiliki perubahan signifikan dibanding pemilu-pemilu sebelumnya. Bila sebelumnya dunia politik menyentuh wartawan untuk dijadikan 'teman berselingkuh', tapi kini pelaku politik bermain di wilayah jantung media dengan menguasai para pemilik media.
Dengan menguasai para pemilik media, pasangan Capres dan Cawapres kian leluasa di dalam mengkonsruksi pesan kepada masyarakat.  Fenomena komunikasi politik ini terlihat jelas, terutama antara TV One dan Metro TV, yang kedua pemiliknya berada dalam kubu berbeda dari dua pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2014.
Saling Bersebrangan
Keberadaan pemilik TV One, Abu Rizal Bakri (ARB) yang berada di kubu Prabowo-Hatta di satu sisi, dan Surya Paloh, pemilik Metro TV di kubu Jokowi-Jusuf Kala di sisi lain,  membuat kedua media televisi ini berada pada dua kekuatan yang saling bersebrangan.
Fenomena itu berimbas pada banyak hal. Bukan hanya berpengaruh pada pola penataan ulang komunikasi politik pasangan capres dan cawapres, tapi juga terhadap objektivitas pemberitaan dan independensi media itu sendiri. Ini terjadi menyusul perubahan relasi antara partai politik dengan media.
Ke depan, mesti dipikirkan dan dirancang regulasi pers yang mampu membentengi media dari kepentingan pragmatis berbagai pihak. Termasuk intervensi pragmatis para pemilik media itu sendiri. Ini memang bukan hal mudah, tapi juga bukan hal sulit. Kuncinya, mau dan siapkah para pemilik kebijakan di negeri ini melakukannya? []

Enjang Muhaemin, Staf Pengajar Jurnalistik pada jurusan Ilmu Komunikasi UIN Bandung
0 Komentar untuk "Independensi Media di Dua Kubu Berbeda"
Back To Top