Kemunduran Pers Sunda akibat Problem Komunikasi

Senin, 16 Juli 2001
Bandung, Kompas. Pers Sunda mengalami kemunduran luar biasa sejak tahun 1970-an. Kemunduran pers Sunda menurut beberapa pengelolanya akibat pers berbahasa Indonesia tumbuh semakin profesional. Majalah Mangle misalnya, sekarang tinggal beroplah sekitar 6.000 eksemplar.

Kemerosotan pers Sunda itu terungkap dalam pertemuan menjelang semiloka bertema "Prospek dan Tantangan Pers Sunda dalam Dinamika Lintas Budaya" di Kampus Stikom, Bandung, hari Sabtu (14/7). Dalam pertemuan pra semiloka ini, panitia menghadirkan Redaktur Mangle Karno Kartadibrata dan Redaktur Galura Abdullah Mustafa.

Abdullah mengemukakan, pers Sunda mengalami zaman keemasan, antara tahun 1960- 1970.

"Sejak itu, pers Sunda menurun. Satu per satu mati. Yang bertahan tinggal Mangle," kata Abdullah. Redaktur Galura ini berpendapat pers Sunda menyurut akibat pukulan pers berbahasa Indonesia yang mengalami pergeseran dari pers perjuangan ke pers profesional.

Namun Dedy Djamaluddin Malik, ahli komunikasi yang sekarang memimpin Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (Stikom) Bandung kepada Kompas seusai pertemuan tersebut mengatakan, kegagalan pers Sunda, karena persoalan komunikasi.

Pers Sunda, kata Dedy, harus mampu mengidentifikasi kebutuhan masyarakat Sunda. Pers Sunda harus tahu kebutuhan masyarakat Sunda sendiri. "Kebutuhan masyarakat Sunda itu apa?" kata Dedy yang menilai sementara ini pers Sunda belum menyentuh kebutuhan masyarakat, melainkan masih sebatas keinginan rekdakturnya.

Dedy sependapat kalau dikatakan pers Sunda sekarang cenderung menjadi corong pemerintah. Timbal baliknya memang ada, misalnya pejabat banyak membeli produk pers Sunda. Tapi, hubungan timbal-balik saling menguntungkan itu, kata Dedy, hanya bersifat sementara. (nas)
Tag : Berita
0 Komentar untuk "Kemunduran Pers Sunda akibat Problem Komunikasi"
Back To Top